Friday, January 2, 2009

Ketika Kekuatan Politik Merebak ke Dunia Pendidikan

KETIKA KEKUATAN POLITIK MEREBAK KE DUNIA PENDIDIKAN
(Oleh : Zulhelmi, SS, MA[1])
Muqaddimah
Baru-baru ini ada beberapa kejadian yang sangat memprihatinkan dalam dunia pendidikan kita. Diantaranya para guru yang ada di kabupaten Bireuen melakukan demontrasi besar-besaran di depan kantor DPRDK Bireuen sehingga menyebabkan sebagian aktifitas belajar mengajar pada hari itu lumpuh. Sebagian tuntutan mereka adalah agar pejabat Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P & K) Bireuen yang sekarang dapat ditinjau ulang oleh pihak yang berwenang (Serambi Indonesia/Selasa, 21 Oktober 2008). Kemudian lagi demontrasi yang dilakukan oleh para siswa SMK di Idi yang menuntut kepala sekolah agar mengembalikan guru mereka yang telah dimutasikan ke sekolah lain (Serambi Indonesia/ Selasa, 25 November 2008).
Setidaknya, dua contoh tersebut di atas cukup mewakili gambaran yang sesungguhnya bagaimana kondisi dunia pendidikan di Aceh sekarang ini. Belum lagi berbagai persoalan lain yang menyayat hati kita yang kebetulan tidak sempat direkam oleh media massa. Untuk menyikapi dua kejadian tersebut ada beberapa pertanyaan yang patut kita tanyakan sebagai bahan renungan bagi kita semua. Mengapa para guru atau siswa melakukan demontrasi? Mengapa proses belajar mengajar harus terganggu dengan aksi-aksi demontrasi?
Kekuatan Politik
Menurut salah seorang nara sumber yang dapat dipercaya, bahwa salah satu faktor demontrasi para guru yang terjadi di Bireuen beberapa waktu yang lalu, adalah karena mereka sudah jenuh dan tidak sabar lagi dengan tindakan oknum pejabat tinggi negara (kepala dinas pendidikan dan kebudayaan) yang telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk memutasi kepala sekolah. Sehingga terbangun image public bahwa posisi kepala sekolah bisa ditawar menawar dengan pihak oknum tersebut tanpa melewati proses jenjang atau prosuderal yang telah berlaku dan akhirnya maruah dunia pendidikan pun ternodai karenanya . Begitu juga halnya, - semoga asumsi ini salah - posisi kepala sekolah bisa dijadikan kekuatan untuk memutasi guru sesuai dengan selera sang oknum tanpa memerhatikan pengaruhnya terhadap peningkatan prestasi para siswa.
Gejala ini menurut hemat saya mengindikasikan bahwa ternyata kekuatan politik sudah merebak ke dunia pendidikan! Hal ini nampak pada begitu gampangnya oknum yang punya kekuasaan untuk melakukan mutasi kepala sekolah di sana sini tanpa melewati proses yang telah ditetapkan. Begitu juga posisi kepala sekolah bisa digunakan sebagai kekuatan untuk memutasi guru yang tidak searah dengan jalan pikirannya. Dari sini jelas bahwa posisi kepala dinas ataupun kepala sekolah mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan lawan-lawan mereka yang dianggap berbahaya terhadap keutuhan posisinya masing-masing.
Tentunya bagi mereka yang memiliki hati nurani semuanya sepakat bahwa kasus-kasus sebagaimana yang telah dibicarakan tadi di atas tidak perlu terjadi dan sepatutnya dunia pendidikan harus bebas dari pengaruh kekuatan politik. Dan sebenarnya jabatan kepala sekolah merupakan jabatan akademis bukan jabatan politis sehingga maruah dunia pendidikan pun terjaga secara baik dan terhormat. Apa kata dunia kalau jabatan kepala sekolah bisa menjadi ajang rebutan bagi mereka yang haus kekuasaan? Bagaimana nantinya hubungan dan pergaulan sehari-hari kepala sekolah hasil perolehan dari lobi-lobi politik dengan dewan guru dan murid? Kalau perkara ini terus berlangsung maka lingkaran setan pun tak bisa dihindari lagi. Kepala dinas dengan gampangnya memutasi kepala sekolah. Kepala sekolah juga tidak sunkan-sunkan memutasi guru. Gurupun tidak mempunyai beban untuk memecat anak murid dan anak muridpun akhirnya menjadi korban akhirnya mereka pun akan melakukan unjuk rasa alias demontrasi untuk menuntut hak-hak mereka yang telah dizhalimi. Sehingga setiap saat kita akan melihat dan membaca di media massa aksi unjuk rasa di sana sini.
Oleh karena itu saya berpendapat bahwa dunia pendidikan kita harus bisa netral tanpa ada kekuatan lain yang akan menodai kehormatannya. Sekolah adalah dunia pendidikan yang harus dimaksimalkan fungsinya sebagai tempat menimba ilmu pengetahuan bagi generasi anak bangsa dan bukan sebagai objek politik dari sebuah kekuasaan. Posisi kepala sekolah harus mempunyai maruah dan wibawa yang tinggi dihadapan khayalak ramai dan jangan menjadi bahan cemoohan publik gara-gara dinilai tidak sesuai dan profesional. Intinya dalam dunia pendidikan kita mesti mengedepankan profesionalitas dan menjunjung tinggi nilai-nilai akademik sebagai tujuan utama dari sebuah lembaga pendidikan formal.
Mutu Pendidikan Kita
Diakui atau tidak bahwa mutu pendidikan di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mendapat rangking terakhir dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia. Hal ini tentu sangat naif karena pada sisi lain begitu banyaknya perhatian serta bantuan yang mengalir ke Aceh baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperbaiki mutu pendidikan di Aceh. Sementara daerah lain tidak memiliki peluang emas ini. Akan tetapi pada kenyataannya kualitas pendidikan di Aceh masih berada pada tahap yang tidak menggembirakan.
Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan kita, diantaranya efek samping dari konflik yang berkepanjangan, minimnya perhatian orang tua terhadap masa depan pendidikan anaknya dengan alasan krisis ekonomi, ketidakseriusan pihak yang berwenang untuk meningkatkan mutu pendidikan, ketidakmampuan kita untuk memilah antara kepentingan politik dengan kepentingan dunia pendidikan itu sendiri dan lain sebagainya.
Dan sangat disedihkan sekali ketika kita membaca berita bahwa masih ada di sekolah kita baik di tingkat SMA maupun di tingkat SMP yang menggunakan jasa para siswa sebagai piket di rumah sekolahnya masing-masing, dengan alasan tidak tersedianya alokasi dana untuk menggaji satpam ataupun petugas khusus (Serambi Indonesia, 1 Desember 2008). Contoh kasus ini adalah secuil gambaran dari betapa hancurnya mutu pendidikan kita. Mengapa sich kita tega merampas hak anak-anak untuk mengenyam pendidikan mereka secara utuh dan sempurna?
Semua orang tau bahwa pendidikan adalah kunci utama bagi sebuah bangsa untuk maju. Tanpa dimodali dengan pendidikan jangan pernah bermimpi anda bisa mengubah bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan disegani di dunia internasional. Oleh karena itu pendidikan adalah fixe price (harga mati) bagi memajukan sesebuah bangsa.
Penutup
Alhamdulillah Pemerintah Daerah Aceh di bawah pimpinan Bapak Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar sangat memperhatikan aspek pendidikan dalam membangun Aceh di masa yang akan datang. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya anggaran yang diplotkan untuk bidang pendidikan serta banyak terdapat program beasiswa untuk menyekolah para guru demi lahirnya para guru yang memiliki sumber daya manusia untuk mencerdaskan anak bangsa. Dan juga bapak WAGUB sendiri, Muhammad Nazar, senantiasa berbicara masalah pentingnya pendidikan untuk membangun Aceh di berbagai waktu dan kesempatan. Semoga saja pendidikan di daerah Aceh yang tercinta ini akan dapat mengulang kembali sejarah kejayaan nenek moyang kita ratusan tahun yang lalu. Amin ya rabbal ‘alamin !!!
[1] Penulis adalah alumni International Islamic University Malaysia (IIUM) Kuala Lumpur, Malaysia. Saat ini berdomisili di Meunasah Tutong, Montasik, Aceh Besar.

No comments:

Post a Comment